Tak gampang mencari menu pembangkit selera. Kudapan yang biasanya favorit pun acap gagal membangunkan hasrat bersantap. Apalagi saat mata masih mengantuk, ditambah hembusan hawa dingin membuat kita sering memilih melanjutkan tidur dibanding mengisi perut untuk bekal puasa.
Apalagi variasi makanan pengisi sahur biasanya tak “seatraktif” menu berbuka. Semakin hilanglah selera untuk menjalankan sahur.
Nah jika menu lain tak kuasa membangkitkan selera, saatnya mencoba racikan gule bustaman khas Semarang. Tendangan rasa pedas di ujung lidah dari bumbu-bumbu rempah membuat mata dan tubuh seketika terjaga. Apalagi disantap dalam keadaan panas, rasa hangat di tengkuk akan membuang rasa malas. Sekujur tubuh berkeringat, meski di tengah jalaran dingin angin kemarau.
Tak jauh beda dengan gule lain, gule bustaman juga dibuat dengan bahan baku daging kambing. Yang membuat istimewa adalah racikan bumbunya khas Timur Tengah yang serba pedas. Sesuai dengan asal kelahiran menu istimewa ini, yakni di kampung pekojan Semarang.
Cecaplah kuah kaldunya, ujung lidah terasa semriwing berkat racikan rempah-rempah berupa kapulaga, adas, dan bahan lain khas negara asal negeri padang pasir. Keharuman rempah menciptakan aroma tersendiri, memupus bau prengus yang biasanya menyertai daging kambing.
Tak semua daging kambing dijadikan bahan baku. Hanya bagian-bagian kepala, lidah, telinga, dan bagian lain yang dimasak. Daging bagian kepala itu juga tidak dicemplungkan ke dalam kuah tetapi diletakkan secara terpisah. Pembeli bisa memilih, kemudian dipotong-potong kecil dan disiram kuah.
Meski tak memakai santan, rasanya tetap gurih berkat taburan bubuk kelapa. Rasa gurihnya diperkaya bumbu nusantara berupa kemiri, bawang merah, bawang putih, serai, gula jawa, serta daun karakele. Jika menyukai yang alami, cegahlah penjual menambahkan butiran penyedap rasa.
Warung gule bustaman gampang dijumpai di seantero Semarang. Di kawasan kota lama bisa ditemui di belakang gereja Blenduk, depan Kantor BNI Bubakan, samping kantor Dipenda dan Kantor Pos Besar. Juga dikawasan Jalan MT Haryono, Pasar Langgar, Pasar Kartini, Jalan Jalan Karangkojo dan Jalan Sendowo.
Istilah “Bustaman” sendiri bukan dinisbatkan dari nama seseorang atau penemu gule khas ini. Bustaman merupakan nama kampung di ruas Jalan MT Haryono Semarang. Kampung ini merupakan “pemasok” daging kambing yang digunakan para penjual gule penggugah selera ini.
Pedagangnya juga tak melulu berasal dari kampung kecil itu. Siapapun boleh menggunakan “merek” bustaman asalkan membeli daging dari jagal asal kampung Bustaman. Sejak jaman kolonial, pemukiman itu merupakan sentra jual beli daging kambing.
Para bakul dari berbagai daerah biasa kulakan daging sebagai bahan baku masakan. Termasuk pedagang gule pikulan, yang lama kelamaan melahirkan istilah “gule bustaman”.
Nah, bagi yang belum sempat mencicipi, cobalah bersantap sahur dengan gule yang kini menjadi kuliner khas Kota Lunpia ini. Tapi hati-hati dengan kandungan lemak yang tinggi, terutama dari jeroan. Untuk menurunkan panas tubuh, imbangi dengan menu penutup berupa buah-buahan dan sayur seperti semangka, tomat, atau lalapan. (panji)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.